Minggu, 13 Desember 2009

BERAKHIR PEKAN: Agus-Riezcha: Belajar dari Ahlinya (sumber: koranesia, 13 Desember 2009)

"Sebagai seorang jurnalistik biasanya aku kan harus bisa fasih bahasa asing. Itu fakor utamaku sebagai jurnalis handal," kata cewek kelahiran Bandung, 7 Juni 1986 ini.

Menjadi seorang jurnalistik memang susah utnuk ditebak. Itulah yang pernah dialami oleh Agus Alifian Maulana (24) dan Riezcha Nabila Ramadhani (23) ketika mereka sama-sama masih berstatus bujangan. Apalagi pasangan yang menikah 7 Februari 2009 di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta ini ketika mereka masih menjalani tes fisik, Agus dan Riezcha harus menjalani tes kejiwaan sehingga lulus. "Jadi jurnalistik itu nggak mudah. Jadi aku sama istri harus bisa melalui tes kejiwaan. Padahal aku lagi di Jakarta, Riezcha-kan lagi di Bandung," kilah cowok kelahiran Jakarta, 25 Agustus 1985 ini bercerita.
Pasangan yang memiliki satu orang anak yang bernama Keyla Tis'atul Ramadhani (3 bulan) ini selalu belajar dari ahli yang dibuatnya. Padahal Riezcha yang asli Sunda tulen ini baru fasih berbahasa asing, seperti Inggris dan lain sebagainya. "Sebagai seorang jurnalistik biasanya aku kan harus bisa fasih bahasa asing. Itu fakor utamaku sebagai jurnalis handal," kata cewek kelahiran Bandung, 7 Juni 1986 ini.

Berbicara dengan masyarakat.
Bagi cewek lulusan UNIKOM tahun 2006 ini, kegiatan jurnalistik sudah pasti padat. Apalagi, untuk Riezcha sendiri harus menjalani tes kejiwaan. Begitu pula dengan Agus. Jebolan Universitas Trisakti tahun 2004 ini, harus menjadi seorang enterpreneur untuk kehidupan berikutnya. "Kalo soal tes kejiwaan, aku biasanya harus menjalani pengecekan terlebih dahulu," ujar Agus yang juga reporter di sebuah majalah olahraga ini.
Begitu pula dengan Riezcha. Ia biasanya menjadi seorang pejalan kaki untuk menjadi reporter yang tak terbiasa handal, tapi juga sangat pandai berkomunikasi. "Soal komunikasi, aku biasanya berjalan kaki sampai keringat ngucur di muka dan badanku," kata Riezcha sambil menatap wajahnya yang tersenyum gembira. (Abu Zaenal Rahman/koranesia)